AKU & IBU MENGGUNJINGKAN NIKAH

/
0 Comments
Hampir setiap malam aku menelpon keluargaku dikampung, dua atau tiga hari tidak ada kabar maka ketika menelpon aku sudah akan dibaku hantam dengan pertanyaan kenapa, mengapa, dan pernyataan-pernyataan kekhawatiran ibu yang berlebihan. Aku menyadari kewajibanku sebagai perempuan rantau yang masih sendiri nan jauh dari keluarga adalah memberi kabar, secara otomatis keluargaku akan merasakan cemas jika telepon tidak juga berdering atas namaku pada layar handphonenya.

Malam selasa, aku menelepon keluarga dikampung seperti biasa, adeku tak cukup lama ia menyerahkan handphonenya kepada ibu, karena jika menelepon kampung akan lebih banyak berbicara dengan ibu dibandingkan dengan yang lainnya.

Setelah menanyakan soal makan apa hari ini ibu membuka percakapan dengan menginformasikan keadaan temanku yang kabarnya tak bisa lagi mempertahankan keutuhan rumah tangganya, ada perasaan menyayangkan keadaan itu, ibu seperti orang tua temanku juga tentu adalah bagian dari orangtua-orangtua yang tidak pernah sedikitpun menginginkan kegagalan rumah tangga pada anaknya. Tapi setelah berumahtangga bukankah orangtua hanya mampu memberikan nasihat dan tidak lantas memutuskan, keputusan-keputusan tetap akan diambil oleh empunya rumah tangga itu sendiri.

Adiku yang barangkali sedang disebelah ibu langsung menyela "Tuhkan, makanya"

Aku tertawa mendengar kalimatnya karena mafhum apa yang dikatakan.

"Makanya nda usah nyuruh aku cepet-cepet nikah bu, pernikahan walaubagaimanapun tetap membutuhkan fondasi yang kuat, ya jangan asal cepet, kalau cepet-cepet ujungnya cerai juga kan ya gimana " kataku mencoba mengeles perihal nikah kepada ibu.

"Nah iya betul itu, betul" adiku menimpali, halaaaah sebenernya dia satu kubu denganku juga ada maunya, sebab kalau aku sudah nikah tentu tidak bisa mendapatkan apa-apa lagi, apa-apa yang dia minta kepadaku pasti akan dilarang oleh ibu. hahahaha ini pasti benar.

"Yaiya sih bener, tapikan namanya juga orang tua, kan kadang gimana gitu kalau ditanya eh itu perawannya pacarnya orangmana ? nikahnya kapan ? dan lainnya. kan ibu bingung jawabnya. paling ibu cuma bisa jawab ya nanti ada waktunya" kata ibu 

"Yowis bu pertanyaan orang mah tidak usah terlalu didenger, nanti kalau udah waktunya nikah ya aku nikah, aku gak mau nikah cuma asal nikah lantas gak punya tujuan pernikahan, kalau mentalnya belum siap menikah tapi memaksakan menikah itu akan rawan. belum lagi sekarang internet dan sosial media begitu bergerak cepat, tersenggol sedikit udahlah rusak rumah tangganya gara-gara menemukan kenyamanan lain dengan orang lain disosial media" jawabku mengeles lagi soal pernikahan kepada ibu, hehe

"Iya sih, kemaren juga sianu cerai gara-gara seneng-senengan di facebook, padahal suaminya udah mapan" kata ibu

"Nahkan" sambutku

"Ya tapikan kamu itu udah mau lulus nih besok, terus juga udah kerja, terus katanya mau main dulu kan kemaren-kemaren udah tuh main-main, lah terus mau ngapain lagi, ibu kan yang dirumah jadi ibu yang ditanyain sama tetangga"

Aku mengerti, barangkali memang ibu sudah menginginkan anaknya lebih settle, melihat usia anaknya ini sudah tidak muda lagi, teman-teman sebayaku dikampung hampir semua sudah menikah, beberapa yang lainnya bahkan sudah mempunyai anak, sebagai seorang anak yang terus mencoba mengerti perasaan orang tuanya saya cukup mengerti apa-apa yang dirasakan ibu.

bersabar bu, anak perempuanmu ini cukup baik-baik saja meski masih sendiri, tidak kekurangan suatu apapun termasuk kasih sayang, tapi barangkali memang belum berani memilih, belum berani memulai apa yang pernah diruntuhkan, meski sudah sedikit bugar hatinya masih belum tertata, entah milik siapa.

bersabar bu, nanti kuajak laki-laki istimewa itu bertemu dan mencium tanganmu, aku yakin ia yang kubawa pulang tidak lagi mengecewakanmu dan menyakiti anak perempuanmu ini bu. 

Do'akan saja bu.


















You may also like

No comments: